Antasari bersama
istri usai menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi, Kamis (6/3/2014)
Laporan : Nilachrisna/VIVAnews
Permohonan Dikabulkan
MK, Antasari Bisa Ajukan
PK Lagi, MK menilai PK hanya
sekali bertentangan dengan UUD dan hak asasi.
Jelajah Indonesia, Jakarta. Mahkamah Konstitusi
mengabulkan permohonan Antasari Azhar yang mengajukan uji materi (judicial
review) terhadap Undang-Undang KUHAP terkait pengajuan peninjauan kembali yang
hanya satu kali. Atas dikabulkannya uji materi itu, maka Undang-Undang KUHAP Pasal 268 ayat 3
dibatalkan sehingga bisa mengajukan PK berkali-kali.
"Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis 6 Maret 2014. Menurut Hakim MK, Anwar Usman yang membacakan pertimbangan, dikabulkannya permohonan Antasari itu karena secara historis PK adalah sebuah upaya hukum untuk mencari keadilan.
Karena bukti baru bisa ditemukan kapan saja. Sehingga bisa saja penemuan bukti baru atau novum itu ditemukan setelah diadakan PK. Hukum pidana, kata Anwar, bersifat materil.
Selain itu, secara umum KUHAP melindungi hak fundamental, yaitu hak asasi manusia. Oleh karena itu, dalam mengajukan PK harus mencapai keadilan. "UU KUHAP tidak dapat diterapkan karena hanya mengajukan PK sekali, padahal menyangkut keadilan. Setiap perkara harus ada akhirnya," ujar Anwar.
Menurut mahkamah, asas tersebut tidak secara limit diterapkan, karena PK hanya sekali. Apalagi kalau ditemukan novum baru, hal itu bertentangan dengan UUD dan merupakan konsekuensi asas negara hukum. "Menurut MK permohonan pemohon beralasan menurut hukum," kata Anwar.
Selain itu, prinsip keadilan, kata Anwar adalah lebih baik membebaskan yang bersalah daripada menjatuhkan hukuman pada orang yang tidak bersalah. "Jika terjadi, maka akan melanggar HAM," ujar dia.
Sementara itu, kewajiban negara harus melindungi HAM dan dijamin dan diatur dalam UUD 1945. Dalam proses pengadilan pidana yang dialami sesorang, seharusnya tidak membuat pertanyaan baru.
Oleh sebab itu, pentingnya PK dilakukan lebih dari sekali, agar bisa menemukan bukti baru demi kedilan. Sehingga, Pasal 268 ayat 3 Undang-Undang KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah menolak Peninjauan Kembali (PK) perkara pembunuhan berencana dengan terpidana Antasari Azhar. Baca selengkapnya di sini.
"Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis 6 Maret 2014. Menurut Hakim MK, Anwar Usman yang membacakan pertimbangan, dikabulkannya permohonan Antasari itu karena secara historis PK adalah sebuah upaya hukum untuk mencari keadilan.
Karena bukti baru bisa ditemukan kapan saja. Sehingga bisa saja penemuan bukti baru atau novum itu ditemukan setelah diadakan PK. Hukum pidana, kata Anwar, bersifat materil.
Selain itu, secara umum KUHAP melindungi hak fundamental, yaitu hak asasi manusia. Oleh karena itu, dalam mengajukan PK harus mencapai keadilan. "UU KUHAP tidak dapat diterapkan karena hanya mengajukan PK sekali, padahal menyangkut keadilan. Setiap perkara harus ada akhirnya," ujar Anwar.
Menurut mahkamah, asas tersebut tidak secara limit diterapkan, karena PK hanya sekali. Apalagi kalau ditemukan novum baru, hal itu bertentangan dengan UUD dan merupakan konsekuensi asas negara hukum. "Menurut MK permohonan pemohon beralasan menurut hukum," kata Anwar.
Selain itu, prinsip keadilan, kata Anwar adalah lebih baik membebaskan yang bersalah daripada menjatuhkan hukuman pada orang yang tidak bersalah. "Jika terjadi, maka akan melanggar HAM," ujar dia.
Sementara itu, kewajiban negara harus melindungi HAM dan dijamin dan diatur dalam UUD 1945. Dalam proses pengadilan pidana yang dialami sesorang, seharusnya tidak membuat pertanyaan baru.
Oleh sebab itu, pentingnya PK dilakukan lebih dari sekali, agar bisa menemukan bukti baru demi kedilan. Sehingga, Pasal 268 ayat 3 Undang-Undang KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah menolak Peninjauan Kembali (PK) perkara pembunuhan berencana dengan terpidana Antasari Azhar. Baca selengkapnya di sini.
Atas dasar itu, mantan Ketua KPK
itu mengajukan uji materi Pasal 268 ayat (3) UU KUHAP karena pasal itu dinilai
menutup ruang untuk mengajukan peninjauan kembali lebih dari sekali.
Antasari divonis bersalah oleh Majelis Kasasi. Ia dihukum 18 tahun penjara. Majelis menilai Antasari bersama-sama dengan Sigid Haryo Wibisono, Komisaris Besar Polisi Williardi Wizar, dan Jerry Hermawan melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin. Antasari dinyatakan turut serta melakukan pembunuhan.
Sampai saat ini Antasari tidak menerima putusan tersebut. Ia yakin tak bersalah dalam kasus itu dan terus berupaya melakukan proses hukum lanjutan.
Antasari divonis bersalah oleh Majelis Kasasi. Ia dihukum 18 tahun penjara. Majelis menilai Antasari bersama-sama dengan Sigid Haryo Wibisono, Komisaris Besar Polisi Williardi Wizar, dan Jerry Hermawan melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin. Antasari dinyatakan turut serta melakukan pembunuhan.
Sampai saat ini Antasari tidak menerima putusan tersebut. Ia yakin tak bersalah dalam kasus itu dan terus berupaya melakukan proses hukum lanjutan.
Editor : Putri
>Antasari dan Yusril akan bongkar
rekayasa pembunuhan Nasaruddin
>Meski Telah Jatuh Vonis 18 Penjara,
Antasari Tetap Yakin Tidak Bersalah
>Kartu Truf Adik Nasrudin Akan Buka Tabir
Kasus Antasari
>Antasari dan Yusril akan bongkar
rekayasa pembunuhan Nasaruddin
>Meski Telah Jatuh Vonis 18 Penjara,
Antasari Tetap Yakin Tidak Bersalah
>Kartu Truf Adik Nasrudin Akan Buka Tabir
Kasus Antasari
Bendahara MUI Sogok Akil Mochtar
>Ketua KPK: Dunia Serasa Akan Runtuh
>Kasus Suap & Narkoba Ketua MK
Tampar Wajah Indonesia
>Ketua KPK: Dunia Serasa Akan Runtuh
>Kasus Suap & Narkoba Ketua MK
Tampar Wajah Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar