Lapangan Tiananmen. (Syanne Susita)
Rasanya kurang afdol jika berkunjung ke Beijing tanpa
mengunjungi Kota Terlarang dan lapangan Tiananmen. Kedua tempat ini
merupakan tempat terjadinya dua peristiwa penting dalam sejarah Cina.
Dan bukan kebetulan kedua lokasi ini hanya berseberangan jalan dan
terletak di pusat kota.Berhubung Kota Terlarang dan lapangan Tiananmen luas, bersiap-siaplah berjalan jauh untuk melihat-lihat dua lokasi ini. Dan, agar nyaman menikmati pemandangan di sekeliling dua tempat ini, sebaiknya lakukan pada pagi hari. Karena jika ingin benar-benar mengelilingi Kota Terlarang, setidaknya perlu dua jam sendiri untuk menjelajah hingga pintu gerbang paling belakang, Gate of Divine Prowess.
Sebagai saksi sejarah, dua lokasi ini dikelilingi museum. Di sekeliling lapangan Tiananmen, terdapat Museum Nasional Cina. Di museum ini tersimpan buku, lukisan, dan peninggalan sejarah lain yang menggambarkan perjalanan sejarah Cina, terutama perkembangan Cina Modern.
Sedangkan Kota Terlarang sendiri sering dianggap sebagai Museum Istana karena menyimpan semua benda peninggalan raja Cina sejak dinasti Ming.
Mengunjungi lapangan Tiananmen di pagi hari juga punya kenikmatan sendiri. Saya bisa melihat bagaimana warga Beijing berangkat kerja naik sepeda. Dan, sebagai salah satu negara komunis terbesar, saya kagum dengan keseragaman sepeda sampai kostum yang digunakan. Baik itu dari warna yang gelap atau merah, dan juga potongan bajunya yang setipe. Satu pemandangan yang berbeda dari pemandangan pagi suasana perkantoran di Jakarta.
Menikmati sinar matahari dan kombinasi udara dingin di pagi hari juga sangat menyenangkan, sambil menikmati kopi panas dari lapak kecil yang menjual kudapan di pinggir lapangan. Banyak juga yang menikmati matahari dengan bermain layang-layang.
Di tengah lapangan seluas 440 ribu meter persegi ini, terdapat Monumen Pahlawan Nasional. Monumen ini dibangun tahun 1952 dan dianggap monumen terbesar dalam sejarah Cina. Di salah satu sisi monumen ini tertulis kata-kata: “Pahlawan Rakyat adalah Abadi.” Kata-kata ini ditulis sendiri oleh Mao Zedong, Presiden Republik Rakyat Cina yang pertama. Di lapangan ini pula lah terjadi peristiwa penting dalam sejarah modern Cina, yaitu pergerakan prodemokrasi berdarah di tahun 1989.
Setelah sekitar setengah jam menikmati suasana di lapangan Tiananmen, saya pun pergi menjelajahi Kota Terlarang.
Menyeberang dari lapangan Tiananmen, saya langsung disambut oleh tembok tinggi dan kokoh berwarna merah. Sebelum melewati gerbang Meredian, sebagai tanda memasuki Kota Terlarang, saya melihat banyak tentara yang membersihkan pagar dan halaman depan. Hebat juga ya. Kebersihan properti negara benar-benar dijaga.
Selain loket tiket masuk, di beberapa sudut juga terdapat kios makanan dan cendera mata. Yang terakhir ini, termasuk studio foto buat para turis untuk menyimpan kenang-kenangan berpose dengan latar belakang Kota Terlarang dalam balutan kostum kerajaan. Saya sempat tertarik tetapi melihat antrean yang cukup panjang, akhirnya saya mengurungkan niat.
Begitu melewati gerbang Meredian, saya kembali takjub melihat betapa megah aula-aula yang dibangun di dalam kompleks Kota Terlarang ini. Dua aula utama kompleks ini yang berada di tengah dan bersebelahan, Hall of Supreme Harmony dan Hall of Preserving Harmony, adalah aula yang terlihat paling menonjol dari segi ukuran dan keindahan detail bangunan dan eksterior yang ada di sekitar aula. Di dua aula ini, para kaisar mengurus urusan negara dan melakukan upacara kenegaraan.
Selain dua aula utama ini, istana, kuil, halaman dan taman yang ada di sekeliling sangatlah menakjubkan. Kompleks Kota Terlarang ini dikelilingi tembok tinggi. Namun di dalamnya ternyata dari satu aula ke aula lain, atau dari istana ke satu istana, tembok-tembok yang tidak kalah tinggi juga mengelilingi tiap bangunan tersebut.
Satu hal yang paling berkesan bagi saya justru taman yang ada di pojok tembok utama atau dekat pintu gerbang bagian belakang (Gate of Divine Prowess). Kolam dengan ikan warna-warni, pohon dan taman yang berbentuk unik justru sangat menarik perhatian.
Selain itu, kita juga bisa menikmati suasana yang lebih sepi karena pengunjung tidak sebanyak di dua aula utama. Terutama setiap kali menyusuri lorong istana yang kecil dan kadang berkelok-kelok. Saya pun merasa seperti seorang permaisuri pada masa salah satu dinasti Cina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar